Seorang peneliti asal Montreal, Kanada, mengatakan telah menemukan cara untuk mengurangi sengatan emosi yang terjadi akibat putus hubungan, dengan cara “menyunting” ingatan lewat terapi dan pil pengatur ritme jantung.
Dikutip dari laman BBC Indonesia, Dr Alain Brunet menghabiskan 15 tahun mempelajari gangguan stres pasca trauma (PTSD) dan menangani veteran perang dan korban serangan teror dan kriminalitas.
Risetnya selama ini berpusat pada yang ia namakan sebagai “terapi rekonsolidasi”, sebuah pendekatan inovatif yang bisa membantu menghilangan rasa sakit emosional dari ingatan yang traumatis.
Intisari kegiatannya ini adalah obat bernama propranolol, sebuah pil pengatur ritme jantung yang dipakai untuk merawat sakit fisik seperti darah tinggi dan migren.
Dalam metode rekonsolidasi, pasien diminta minum propanolol satu jam sebelum terapi dan menuliskan secara rinci hal-hal yang membuat mereka trauma, lalu menuliskannya.
“Kadang ketika kita mengingat-ingat, ada sesuatu yang baru yang dipelajari. Ingatan ini bisa dibuka kuncinya, diperbaharui, lalu dikunci lagi,” kata psikolog klinis ini kepada BBC.
Proses rekonsolidasi ini menciptakan peluang untuk mengarah pada bagian ingatan yang sangat emosional. “Pada dasarnya kami menggunakan pengetahuan dari neurosains dalam merawat pasien,” kata Dr Brunet.
Risetnya ini dibandingkan dengan film fiksi ilmiah Eternal Sunshine of a Spotless Mind, ketika sepasang kekasih menghapuskan ingatan masing-masing.
Dr Brunet mengingatkan bahwa kenangan tidak akan hilang sesudah terapi rekonsolidasi, hanya saja kenangan itu tidak akan lagi terasa menyakitkan.
Tahun 2015 bersama bekas mahasiswanya, Michelle Lonergan, di McGill University di Montreal, ia mengalihkan perhatian ke orang yang patah hati akibat “pengkhianatan cinta”.
“Coba lihat kisah tragedi Yunani. Pada dasarnya itu adalah pengkhianatan,” katanya. “Pengkhianatan adalah intisari kehidupan manusia.”
Putus cinta yang buruk juga bisa sangat menyakitkan, dan orang bisa merasakan reaksi emosional serupa dengan para penyintas trauma.
Pasien yang direkrut untuk penelitian ini adalah yang kasusnya berat, umumnya berupa perselingkuhan.
Beberapa di antaranya tiba-tiba diabaikan sesudah berhubungan lama dengan pasangan yang dianggap cinta sejati.
Mereka sulit untuk menerima kenyataan itu, “tak bisa membuka lembaran baru,” kata Dr Brunet
Temuan Dr Brunet dan Dr Lonergan adalah, seperti halnya PTSD, banyak penderita patah hati merasa lega.
Beberapa di antaranya sesudah satu kali saja menjalani sesi terapi rekonsolidasi.
Sesudah lima sesi, ketika mereka membaca keras-keras ingatan mereka tentang pengkhianatan, mereka merasa “seperti sedang membaca novel yang ditulis oleh orang lain”.
“Perawatan ini memperkirakan ingatan yang bekerja normal, bagaimana kita pelan-pelan melupakan dan membuka halaman baru,” katanya. (E4)