Pasar Malam Tergerus Angkuhnya Zaman

  • Whatsapp
Afnar saat mengangkut besi salah satu wahana permainan Pasar Malam di Medan (Panji Asmoro/Idiespot)

MATAHARI siang itu, tepat berada di tengah. Tidak ada awan yang berani menghalangi. Terik matahari yang membakar kulit sebisa mungkin dihindari masyarakat Medan.

Namun itu tak berlaku bagi pekerja pasar malam di sebuah lapangan terbuka di Medan.  Buru-buru puluhan pekerja Pasar Malam mengangkut berbagai wahana permainan ke dalam truk untuk pindah ke tempat lain. Medan terlalu kejam bagi mereka saat itu, Semakin lama berada di daerah ini, semakin bertambah duka yang  mereka rasakan

Bacaan Lainnya

Pengunujung begitu sepi, wahana bermain yang dulu jadi idola perlahan mulai ditinggalkan. Baling-baling komidi putar hanya beroperasi sendiri tanpa pengunjung. Kereta tong setan hanya terpajang rapi diantara sepinya malam. Begitu juga dengan wahana bermain lainnya. Suara ramai yang tercipta hanya berasal dari teriakan- teriakan juru parkir yang mengajak warga untuk berkunjung, namun dihiraukan.

Diantara riwehnya suasana itu, Afnar (joki tong setan) tampak layu. Dia duduk bersandar di tenda wahana bermain yang belum diangkut bersama teman-teman ‘seperjuangannya’. Matanya tak berkedip memandangi kereta yang biasa digunakan untuk atraksi.

Afnar, masih nggak habis pikir, sebulan tampil di Medan, tong setan jarang digunakan untuk tampil, karena sepinya pengunjug. Imbasnya, penghasilan sang toke menurun drastis. Omset perharinya hanya sekitar Rp300.000. Angka itu jauh dibanding tahun lalu yang perharinya bisa sampai Rp2 juta.

Sementara itu sang toke punya 30 anggota yang harus digaji. Mimimnya pendapatan, membuat mereka yang biasa bisa memperoleh satu juta lebih dalam satu bulan tampil, kini hanya Rp300.000.

Memporelah penghasilan yang begitu menurun, langsung membuat Afnar, ingat kampungnya,  Kabupaten Mandailing Natal. Dia yang sebenarnya masih duduk kelas 2 SMA, rela meninggalkan sekolah demi bisa mencari biaya pendidikan ketiga adiknya yang masih sekolah. Penghasilan minim yang diperolehnya saat ini tentu tidak cukup.

Pasar Malam kini tergerus angkuhnya zaman. Mereka yang berkecukupan akan memilih area permainan yang lebih modren dan lebih bergengsi. Sedangkan mereka yang hidup susah, lebih memiih menabung, untuk makan esok, ketimbang datang ke Pasar Malam.

“Sekarang Pasar Malam tidak ramai seperti dulu. Pasar Malam sepi setiap harinya,” ujar Afnar.

Setelah pindah, Afnar beserta rombongan, akan memulai pertunjukan di Kota Binjai. Dia berharap, pertunjukan pasar malamnya nanti mampu menghasilkan pendapatan yang lebih banyak .

“Jika penghasilanya terus menurun, saya berencana pindah ke pekerjaan yang lain, ” kata Afnar, bersamaan dengan sayup sayup suara toke yang memanggilnya untuk segera kembali mengangkut kereta dan perlengkapan pasar malam ke dalam truk.

Afnar, pun terlihat begitu hati-hati mengangkut besi-besi wahana pasar malam yang sudah terlihat tua dimakan zaman itu (EI)

Pos terkait